Forum Gay Katolik Indonesia

Would you like to react to this message? Create an account in a few clicks or log in to continue.

Yesus berkata: Biarkanlah anak-anak itu, janganlah menghalang-halangi mereka datang kepada-Ku; sebab orang-orang yang seperti itulah yang empunya Kerajaan Sorga.


    Don't Give Up Chapter IX

    ambrochius
    ambrochius
    Star of Share
    Star of Share


    Jumlah posting : 33
    Join date : 21.01.09
    Lokasi : Bandung, West Java

    Don't Give Up Chapter IX Empty Don't Give Up Chapter IX

    Post  ambrochius Fri Jan 23, 2009 8:11 am

    Chapter IX Hark the Herald Angel Sing


    “Merry Cristmas Bu”, kataku sambil mengulurkan tangan kearah Ibu Maria setelah lagu terakhir kami nyanyikan seusai Misa, beberapa umat masih bersenda gurau di dalam gereja sambil bersalaman dan berpelukan menebarkan suka cita Natal sementara umat yang lain sudah mulai berdatangan untuk mengikuti Misa Malam Natal selanjutnya. Aku tak menghiraukan Albert yang juga tengah bersalam salaman dengan rekan sesama paduan suara, bagiku kehadiran Ibu Maria di dalam situasi ini jauh lebih penting, pertama beliau atasanku, kedua beliau datang sendiri (diluar kehadiran anak-anaknya tentunya) dan kulihat juga tak ada yang menghampirinya karena Katedral bukan parokinya jadi maklum Ibu Maria tidak mengenal umat di sini, yang terakhir secara tidak langsung beliau sudah kuanggap sebagai ibuku sendiri, jadi wajar bila ucapan selamatku ku tujukan padanya. “Selamat Natal juga Ambro”, Ibu Maria dengan senyum mengembang menjabat tanganku penuh hangat, sehangat tumpukan jerami yang menyelubungi bayi berkain lampin. “ Koor nya bagus loh! Ibu sampai terharu mendengar nyanyian kalian” sedikit memuji Ibu Maria mengiringi langkahku keluar pintu samping gereja Katedral tepat disebelah deretan kursi paduan suara. “Terima kasih Bu”, jawabku sopan. “oh iya kamu jadi pulang dengan Albert?” Ibu Maria memulai lagi pembicaraan kami sambil menunggu Albert yang masih berjibaku dengan teman-temannya. “Sebelum Pak Mul datang mungkin saya akan mengantar Ibu pulang terlebih dahulu, setelahnya Albert bisa menjemput saya di rumah Ibu”. Jawabku sedikit menjelaskan keadaan antar jemput ini. “Sebentar Ibu telepon Pak Mul dulu, sudah sampai dimana dia”, Ibu Maria merogoh tas tangannya dan mengeluarkan HPnya untuk mehubungi Pak Mul drivernya. Sambil Ibu Maria menghubungi Pak Mul aku bersalaman dengan anggota paduan suara yang lain di samping gereja. Keadaan masih semerawut oleh penuhnya orang lalu lalang, baik yang telah selesai Misa maupun yang baru datang untuk jadwal Misa selanjutnya. Segera ku hampiri Ibu Maria setelah kulihat beliau selesai menutup kembali tas tangannya. “Pak Mul sudah didepan Mbro, kamu di sini saja tunggu Albert”, Ibu Maria seakan maklum kalau aku masih dalam suasana bersalam salaman dengan temen-teman paduan suara yang lain. “Sudah Bu, biar saya antar Ibu, lagi pula kan Ibu tidak tahu letak mobil Ibu saat saya parkir tadi”, aku memang menurunkan Ibu Maria terlebih dulu di pintu Gereja sebelum kuparkirkan mobilnya, tentu saja area parkir di dalam gereja telah penuh sebelum aku tiba disana. Sambil menyerahkan kunci mobil kepada Ibu Maria aku berjalan beriringan dengan beliau menerobos kerumunan orang yang masih padat di halaman gereja.
    “Kamu dimana?” suara Albert di HPku menanyakan posisiku saat itu yang sedang berdiri memandangi hiasan Natal di depan halaman Gereja. Sebuah artificial pohon Natal yang terbuat dari bahan daur ulang menjulang tinggi lengkap dengan lampu hiasnya. “Di halaman gereja dekat pohon Natal besar”, jawabku singkat informatif. Tak berapa lama kulihat Albert berjalan bersama beberapa temannya, sambil mengucapkan salam perpisahan kepada mereka Albert bergegas ke arahku yang dari tadi masih berdiri dalam posisi yang sama saat Albert meneleponku tadi. Tanpa banyak kata Albert berjalan menuju tempat mobilnya diparkir, aku mengikutinya dari samping. Kami tak bicara bahkan selepas keluar dari halaman parkir gereja. Aku diam. Albert pun diam. “Selamat Natal yah”, kataku memecah kesunyian di dalam mobil sambil tangan kananku menggenggam tangan kiri Albert yang berada pada tungkai perseneling. Albert diam. Aku diam juga. Sunyi lagi. Bosan dengan kebisuan kami ku coba cairkan suasana dengan menyetel CD yang telah terpasang pada CD player mobilnya, tak berapa lama mengalun suara khas jazzy Nat King Cole dengan O come all ye faitfull-nya. “Kenapa telat?” kata yang sama diajukan Albert persis dengan tulisan pada SMS yang dia kirimkan sewaktu misa tadi. “Jalanan macet, lagi pula Ibu Maria menunggu Bi Inah untuk mengambilkan bajunya di rumah, Pak Mul yang jemput. Terjebak macet pula di jalan setiabudhi”, jawabku tanpa mencoba untuk membela diri dengan mempersalahkan kemacetan atau keterlambatan Pak Mul sekalipun. Jalur antara rumah Ibu Maria di bilangan Setra Duta dengan Lokasi Resort memang tidak terlalu jauh, terhitung masih di daerah Bandung Utara, namun justru jalur inilah yang paling padat kendaraannya pada saat libur seperti ini.
    “Sekarang mau kemana?” seolah Albert tidak peduli dengan penjelasanku, pertanyaan itu diajukan tanpa menoleh kepadaku, matanya tertuju ke depan, entah memperhatikan jalan atau tidak mau bertatapan muka denganku. “Kamu kan belum makan, sedang aku juga harus kembali ke resort untuk sekedar memantau keadaan disana, kita kembali ke resort saja sambil kamu makan malam disana”, jawabku lengkap dengan sedikit perhatian tulus yang memang tidak kubuat-buat. Tanpa merespon pernyataanku tadi Albert tetap tak bergeming, memacu mobilnya menerobos kemacetan jalan menuju kearah Resort.


    TO BE CONTINUE

      Waktu sekarang Fri May 10, 2024 10:37 pm