Forum Gay Katolik Indonesia

Would you like to react to this message? Create an account in a few clicks or log in to continue.

Yesus berkata: Biarkanlah anak-anak itu, janganlah menghalang-halangi mereka datang kepada-Ku; sebab orang-orang yang seperti itulah yang empunya Kerajaan Sorga.


    AyO nonToN fiLm inDonesiA

    avatar
    alandra
    Peacesharer
    Peacesharer


    Jumlah posting : 15
    Join date : 09.04.09

    AyO nonToN fiLm inDonesiA Empty AyO nonToN fiLm inDonesiA

    Post  alandra Mon Apr 27, 2009 11:52 am

    AYO NONTON FILM INDONESIA
    (Asal jangan garapan Hanung Bramantio, Nayato Fio Nuala dkk)
    arminbell's article

    Nicolas Saputra dan Dian Sastrowadoyo dipercaya sebagai titik awal era kebangkitan perfilman nasional. Ciuman mesra mereka di bandara menjadi salah satu adegan yang menuai pujian di antara sekian banyak adegan (lumayan) bagus di film bertitel AADC. Rudi Sujarwo sang sutradara kemudian perlahan tapi pasti dikultuskan sebagai tokoh penting dalam industri film tanah air. Meski sebelumnya sudah ada Riri Reza yang menggarap
    Petualangan Sherina, tetapi film musikal anak itu hanya dianggap sebagai salah satu pencapaian tetapi bukan pertanda kebangkitan. Yup, AADC yang secara komersial sangat sukses, secara sinematogafi juga disebut-sebut sebagai oase di tengah keringnya industri film kita. Saat itu, saya setuju!
    And You know what? Setelah itu hanya ada beberapa film yang layak disebut sebagai film layar lebar; dari sudut pandang sinematografi maupun penceritaan. Salah satunya adalah Arisan! (Director: Nia DiNata) yang mengangkat nama Tora Sudiro ke pentas hiburan tanah air. Selain itu? Sorry to say, banyaknya film-film produksi anak negeri ternyata tidak sejalan dengan kelayakannya sebagai tontonan bioskop. Pemain lama dalam industri sinetron yang selalu menggunakan 'kacamata pasar' dalam proses produksi, ramai-ramai terjun ke layar lebar, dan hasilnya adalah sebuah pemindahan media dari televisi ke bioskop tanpa perubahan apapun. Segala segi masih menggunakan mekanisme penggarapan sinetron, tidak hanya penceritaan tetapi juga karakter, screenplay, teknik penyutradaraan bahkan wardrobe. Nothing special just, dari TV ke Bioskop. Datar! Mengecewakan. Tahun-tahun itu kemudian dianggap sebagai tahun dengan peningkatan jumlah produksi film layar lebar sekaligus penurunan kualitas di saat bersamaan. Kondisi ini berdampak pada gelaran Anugerah Piala Citra. Munculnya nama Marcella Zalianty sebagai pemenang Citra untuk film Brownies-nya Hanung Bramantio, diikuti dengan kemenangan fenomenal Nirina Zubir untuk film Heart-nya Hanny R Saputra adalah bukti pandangan saya tadi. Selain karena cerita di dua film tadi bukanlah sesuatu yang istimewa (mengangkat tokoh utama yang seperti sangat teraniaya, dan malah terlihat bodoh; dan ini adalah pengaruh kuat dari aliran sinetron -rumah produksinya juga PH yang sering ngurus sinetron: SinemArt), juga karena akting Marcella dan Nirina harus diakui "biasa-biasa aja tuh"
    Citra memang masih beruntung karena ada beberapa film yang juga lumayan layak untuk standar sebuah penghargaan. Kemenangan Albert dari Denias: Senandung di Atas Awan-nya John de Rantau adalah salah satu penyelamat ajang besar ini. Tetapi perhatikan, film ini digarap oleh PH yang sejak awal berdirinya memang sudah berniat akan terus menggarap film layar lebar (AleNia Pictures).
    Nah, what am i tryin' to say adalah:
    Jika ingin nonton bioskop Indonesia, PH mana yang menggarap, sutradara mana yang memegangnya, dan siapa yang main. Hindari menonton film-film yang di belakangnya terdapat nama SinemArt, Multivision Plus, StarVision atau semua yang berbau Punjabi. Percayalah, mereka hanya akan membuat anda kehilangan waktu dan tiket, padahal tontonan yang disajikan 'sangat sinetron'.
    Lalu siapa sutradara yang harus dihindari? Ada banyak sih, tetapi beberapa di antaranya adalah Rudi Sujarwo yang meski pernah melahirkan masterpeace bernama AADC, setelahnya justru menggarap sinetron versi layar lebar seperti Pocong 2 dan Cintapuccino (What????); Hanung Bramantio (heran, mengapa dia dapat Citra?) meski AAC juga lumayan menyedot jumlah penonton tetapi itu juga karena promosinya yang memakan budget lumayan; Hanny R Saputra (yang ini sutradara apa penyanyi dangdut seh....); Nayato Fio Nuala (oh God, dijuluki sebagai rajanya film horror hahahaha bisaaaaa aja, film horrornya lucu semuaaaa); Rizal Mantovani (harusnya lebih konsen menggaran video musik daripada membuat Jelangkung dan film horor lucu lainnnya) dan beberapa nama lainnya yang sebelumnya mungkin pernah anda liat di Closing Credit beberapa sinetron dan berperan sebagai LightingMan ato Boomer.
    Tetapi bahasan tadi bukan alasan bahwa kita harus kehilangan selera untuk menonton film-film Indonesia, karena (percayalah) kita masih bisa berharap pada beberapa nama sutradara dan PH.
    1. Garin Nugroho: Yang ini semua tahu kan?
    2. Joko Anwar: Yang ini saya tahu sebagai masa depan film-film bagusnya Indonesia. Beberapa cerita biasa disulapnya menjadi film yang bagus sekelas Janji Joni, Kala, Pintu Terlarang dan juga ikut membantu screenplay untuk film Fiksi garapan Mouly Tiwa yang akhirnya membuat sutradara yang ini dapat Citra.
    3. John de Rantau: Denias Senandung di Atas Awan dan Generasi Biru
    4. Nia DiNata: Arisan! dan Perempuan Punya Cerita dan film pendek garapan Lux berjudul MatchMaker serta menjadi pemilik Kalyana Shira Films yang sepertinya masih melahirkan film-film layak bioskop.
    5. Riri Reza: Banyak film yang telah dibuat oleh si keriting satu ini, di antaranya Petualangan Sherina, Gie, Tiga Hari Untuk Selamanya (sebuah Road Movie yang memang tidak sesukses Cinta Dalam Sepotong Roti-nya Garin tetapi tetap layak tonton), Laskar Pelangi dan hampir semua digarap di bawah payung MiLes Production milik (si keriting juga) Mira Lesmana
    6. Beberapa Sutradara indie seperti Aria Kusumadewa (beth, novel tanpa huruf R) dan tiga sutradara muda di film Burung-Burung Kertas yang digarap di Australia. Ada kekuatan cerita dan pesan di film-film indie, sehingga meski terkadang lemah dari sudut sinematografi dia tetap unggul selangkah dari Hanung Bramantio hehehe
    O iya, jika ada film maker bagus menurut kamu... kasi tau ya....
    So, mengapa alergi pada film-film Indonesia?

    Alandra

    +62 852 4658 8181

      Waktu sekarang Mon Mar 18, 2024 11:19 pm