Forum Gay Katolik Indonesia

Would you like to react to this message? Create an account in a few clicks or log in to continue.

Yesus berkata: Biarkanlah anak-anak itu, janganlah menghalang-halangi mereka datang kepada-Ku; sebab orang-orang yang seperti itulah yang empunya Kerajaan Sorga.


    Dont"give Up

    ambrochius
    ambrochius
    Star of Share
    Star of Share


    Jumlah posting : 33
    Join date : 21.01.09
    Lokasi : Bandung, West Java

    Dont"give Up Empty Dont"give Up

    Post  ambrochius Thu Jan 22, 2009 4:26 am

    Salam Damai!
    First of all Thanks for admin and proficiat for this Gay Web
    Semoga dengan adanya web ini semakin memperkuat iman serta mempererat persaudaraan Indonesian Gay Community
    Lewat web ini saya menyajikan sebuah tulisan yang belum pernah dimuat di media manapun, berharap tulisan ini dapat dinikmati dan bermanfaat buat pembacanya. Tulisan ini berupa Novel bersambung. Kesamaan Tokoh, Peristiwa, Tempat dan Kejadian hanyalah kebetulan semata, yang ada hanya curhat.he.he.he.
    Selamat membaca.
    Ambrochius Prawira Angkasa
    Don’t Give Up

    Chapter I Rush Hour

    Hari belum senja tapi matahari seakan sudah malas untuk bersinar atau bahkan lelah menerangi bumi, bahkan mungkin lebih parah lagi dia semakin muak karena terlalu banyak melihat kegelapan yang semakin menguasai bumi. Ternyata ada mega mendung yang menutupi cercahnya, ya siang ini mendung seperti biasa di penghujung tahun, sepertinya akan hujan.
    Siang ini aku sudah duduk di kursi beranda sebuah kantor resort, ada banyak laporan keuangan dan setumpuk bill yang harus ku periksa ulang, yah aku bukan sedang menikmati istirahat siangku, aku bekerja di sebuah resort di bilangan Bandung Utara, kata orang memang Bandung surga Fashion dan makanan plus tempat eksotik nan menawan. seakan menyita seluruh pikiran dan energi yang kumiliki sampai aku tak melihat kehadiran Rini Manager Resto cantik yang membawakan secangkir kopi untukku. “Ini pak kopinya”, Rini menyita konsentrasiku, “aku gak pesen Rin”, sekilas kulihat dia tersenyum sambil kuteruskan pekerjaanku, kali ini benar-benar aku butuh waktu ekstra hati-hati supaya laporan tutup buku tahunan bisa selesai sebelum bulan ini berganti dengan hitungan tahun yang baru, “saya tau, tapi biasanya bapak ditemenin sama kopi kalo lagi mumet begitu”, kali ini dia benar-benar menyita seluruh perhatianku. Masih dengan laptop yang ku pandangi bergantian dengan senyum manis Rini aku mengaku kalah, dia memang punya aura seorang ibu, pemimpin sekaligus wanita yang penuh perhatian. “Makasih ya Rin, kayanya malam ini aku bakalan lembur, kamu udah siapin semua performance buat Christmas Dinner lusa? Re-cek lagi sama Mr.Greg soal menu a la cart plus paket Natal yang waktu itu udah dia ajuin”, Mr.Greg chef Resto berkebangsaan Belgia, tapi katanya lama di Milan, makanya dia jago masakan Itali. “bapak aja deh yang ngomong sama dia, aku berantem mulu soal garnish dan segala macam aturan serve a la Itali nya dia”, “tamu kesini kan yang dateng ngantri, dan aku kasih waktu ke anak buah ku untuk serve cepat, memang hidangan butuh ketepatan dan keindahan, tapi tamu lebih butuh makan, ya kan pak?” sambil bicara panjang tak lepas senyum itu masih mengembang di bibir manisnya. “Oke aku yang bicara sama dia nanti”, potongku,” kalo gitu kamu atur sama Bram (dia Supervisor Resto) buat perncanaan tugas on duty, atur supaya anak-anak gak ada yang ijin atau ganti schedule, terus kamu bareng Shanti (yang ini PR Resort) periksa ulang run down buat Gala Dinner Christmas Eve yang sudah kita sepakati waktu rapat minggu lalu, sekalian ajak Anton (Manager Villa) biar dia tau harus ngapain buat ngegiring tamu-tamunya ke resto”. Mau meledak rasanya kalo sudah dekat tutup tahun apalagi ketimpahan week end yang cukup panjang, aku yakin tempat wisata manapun bakalan ramai dan sibuk, saat itu bisnis entertain dan hospitality menanggung profit buat ngejar ketinggalan target tahunan. “Diminum kopinya ya pak, keburu dingin”, Rini bergegas pergi, tau kalau aku sedang tak ingin diganggu, kantorku terletak di seberang Resto jadi semua kegiatan dan aktivitas di sana tampak oleh ku, tamu yang datang memang banyak, maklum sudah musim liburan.
    “Sedang apa Mbro?” suara yang merdu terdengar menyentak keseriusan ku lagi, tapi kali ini aku tahu harus berbuat apa, aku hentikan seluruh aktifitasku, berdiri dan menyapa selamat siang kepada Ibu Maria, yah dia pemilik Resort seluas 6 hektar ini, Resort terlengkap di Bandung utara dengan seluruh fasilitasnya dari Restaurant, Villa, Out Bound Tour, Kolam Renang, Boutique, Spa sampai kapel pun ada lengkap dengan jalan salib dan gua Maria, makanya sering pula kelompok retret datang ke resort ini. “Siang Bu”, sapaku hormat, “sedang memeriksa beberapa laporan keuangan dan laporan HRD dari Bu Maya tentang hitungan lembur dan permasalahan Operasional bu”, jawabku. “Oh, pantesan keliatan mengkereng (serius sekali)” Ibu Maria tersenyum penuh wibawa, “Maaf bu saya tidak bisa ikut menjemput ibu dari Air Port, ada banyak tugas di sini”, balasku sedikit merunduk. “Gak apa-apa Mbro, saya juga tadi keliling-keliling dulu sama Pak Mul beli pernak pernik Natal buat di rumah, kayanya udah harus diganti, udah kusam”. Ibu Maria, wanita 40 tahunan, seorang business woman, janda beranak 2, semua anaknya di Amerika study disana, dia mewarisi sekian milyar kekayaan almarhum suaminya seorang taipan asal Taiwan. Dengan dua buah perusahaan garment yang besar di Bandung dan sekian anak perusahaan termasuk Resort yang ku kelola ini, belum termasuk toko roti dengan banyak cabang dan beberapa factory outlet miliknya. Dari semua manager yang dia pekerjakan entah kenapa kepadaku dia paling baik dan ramah, yang pasti bukan karena aku sama-sama Katholik atau sama-sama warga keturunan yang bisa berbahasa Mandarin dan Cantonese karena selain aku kebanyakan manager memang begitu. “Besok kamu ke Gereja kan?” sama-sama Ibu ya, soal kerjaan kamu serahkan dulu sama yang lain, Misa malam Natal kan tidak setiap hari.” Ibu Maria mengajakku dengan suara yang seperti biasanya, ramah dan berwibawa, namun di telingaku terdengar seperti instruksi atau tepatnya ultimatum. Memang ini kali ke tiga ku seperti tahun yang lalu aku Misa malam Natal bersama Ibu maria. “ Baik bu, tapi saya Misa di Katedral ada tugas koor disana,” jawabku sopan, “jadi saya tidak Misa di St.Lourensius”, sambungku lagi. “Oh yah?” dengan tatapan heran campur takjub seakan mendengar bahwa anak-anaknya pulang untuk merayakan Natal bersama, sudah hampir 5 tahun berselang anak-anaknya memang belum pernah pulang untuk ber-Natalan di Indonesia bersama ibunya, “sejak kapan kamu ikut paduan suara? Ibu tidak tahu kamu bisa menyanyi, kalau begitu kita sama-sama ke Katedral besok,” sambung Ibu Maria seakan ada seratus malaikat mengangkat semangatnya kembali. Seketika seakan secara bersamaan ada seribu setan yang menghujam ku berkali-kali. Aku tahu mengapa Ibu Maria sayang padaku, dia telah menganggap aku anaknya sendiri, dia tahu aku besar dan tumbuh di Panti Asuhan Vincentius Putra Kramat Jakarta sejak aku berumur 3 tahun, tapi dia tidak tahu bahwa aku akan pergi ke Gereja bersama Albert, keponakannya, dirigen paduan suara tempat aku bergabung, sekaligus kekasihku yang telah menjalin hubungan selama setahun belakangan ini.

    TO BE CONTINUE

      Waktu sekarang Tue Mar 19, 2024 2:20 am